Minggu, 04 Januari 2015

khutbah Jum'at full


الحمد لله، أرسل رسوله بالهدى ودين الحق ليظهره على الدين كله وكفى بالله شهيداً، أحمده وأشكره وأتوب إليه وأستغفره، وكفى به ولياً حميداً، وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له تعظيماً لشأنه وتمجيداً، وأشهد أن نبينا محمداً عبد الله ورسوله، نبي شرح الله صدره ورفع ذكره ووضع وزره وأعلى في العالمين قدره، وجعل الذلة والصغار على من خالف أمره، بعثه الله بالهدى ودين الحق فأشاد صرح العقيدة، وأرسى قواعد الملة، وأكمل الله به الدين وأتم به النعمة، فالخير ما جاء به، والدين ما شرعه، والحق ما التزمه، فصلى الله وسلم وبارك عليه وعلى آله وصحبه خير هذه الأمة وأطوعها له وأحبها لرسوله عليه الصلاة والسلام، وأكثرها اتباعاً له، فرضي الله عنهم وأرضاهم ومن لزم هديهم ودعا بدعوتهم إلى يوم الدين. أما بعد : أيها المسلمون: أوصيكم ونفسي بتقوى الله عز وجل قال تعالى : (يا أيها الذين آمنوا اتقو الله حق تقاته ولا تموتن إلا وأنتم مسلمون) قال تعالى : ( أَفَمَنْ شَرَحَ اللَّهُ صَدْرَهُ لِلْإِسْلامِ فَهُوَ عَلَى نُورٍ مِنْ رَبِّهِ ) (الزمر: 22) وقال تعالى : ( فَمَنْ يُرِدِ اللَّهُ أَنْ يَهْدِيَهُ يَشْرَحْ صَدْرَهُ لِلإِسْلامِ ) الأنعام:125
Kaum muslimin jamah sholat jumat yang dimuliakan Allah
Marilah kita senantiasa berupaya untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT. Takwa dengan makna yang sesungguhnya, selalu berupaya mengabdi pada Allah dalam setiap aktivitas kita dengan penuh keikhlasan dan mengharapkan keridhoan-Nya semata. Juga selalu merasa khawatir dan takut jika perbuatan yang kita lakukan membawa kita kepada kemurkaan Allah SWT. Dan Bersyukur atas segala kenikmatan yang telah diberikan sampai detik ini
Hadirin sidang jumat yang berbahagia
Setelah Dua Pekan ini kita dihadapkan dengan realitas kehidupan yang meriah dimana mana untuk merayakan datangnya Tahun Baru Masehi yang nota bene bukan ajaran dari Rosulullah dan Liburan akhir tahun yang tentunya menguras energi kita untuk berlibur bersama keluarga, pekan ini kita kembali diingatkan untuk senantiasa menumbuhkan kecintaan dan  meneladani kehidupan beliau  Rosulullah.
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللهَ كَثِيرًا
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (Al-Ahzab: 21)
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ
“Tidaklah Kami mengutusmu wahai Muhammad kecuali untuk menjadi rahmat sekalian alam” (Al-Anbiyah: 107)
Rosulullah bukan hanya menjadi rahmat buat kaum muslimin yang menjadikan beliau sebagai panutan dan contoh sejati dalam merealisasikan ketaatan kepada Allah, dalam bersosialisasi sehari, menjadi ayah, menjadi suami, menjadi kakek bahkan menjadi seorang pemimpin. Tetapi Rosulullah juga adalah rahmat untuk alam sejagat ini, yang di sana hidup manusia-manusia yang tak pernah tahu dan mau tahu buat apa mereka diciptakan oleh Allah. Dengan diutusnya Rosulullah saw ke dunia, dengan membawa cahaya islam, Islam telah mampu merubah kehidupan umat manusia ke arah kehidupan yang penuh makna, menerangi dengan ilmu pengetahuan
Kaum muslimin jamaah sholat jumat yang berbahagia
Saat ini kita masih berada dalam bulan rabiul awal yang mulia, yang mana bukan hanya pada bulan ini saja Rosulullah dilahirkan tetapi pada bulan ini juga beliau diwafatkan oleh Allah SWT, kisah wafatnya begitu menyayat hati kalau kita mengingatnya kembali. Kisah wafatnya Rosulullah sungguh akan menggugah jiwa-jiwa beriman, duka itu masih berbekas walaupun sudah 14 abad berlalu jika kembali untuk dikenang.
Seorang sahabat Abdullah bin Mas’ud ra berkata: “Ketika Rosulullah mendekati ajalnya, beliau mengumpulkan kami di rumah ‘Aisyah. Beliau memandang kami tanpa sepata kata, sehingga kami semua menangis menderaikan air mata. Lalu beliau bersabda: “Semoga Allah menyayangi, menolong dan memberikan petunjuk kepada kalian. Aku berwasiat agar kalian bertakwa kepada Allah. Janganlah kamu berlaku sombong terhadap Allah. Kalau sudah datang ajalku, hendaklah Ali yang memandikan aku, Fudlail bin Abbas yang menuangkan air, dan Usman bin Zaid membantu mereka berdua. Kemudian kafani aku dengan pakaianku saja manakala kamu semua menghendaki, atau dengan kain Yaman yang putih. Ketika kalian sedang memandikan aku, letakkan aku di atas tempat tidurku di rumahku ini, yang dekat dengan liang kuburku nanti. ”
Mendengar itu, seketika para sahabat menjerit histeris, menangis pilu, sambil berkata: ” Wahai Rasulullah, engkau adalah utusan untuk kami, menjadi kekuatan jamaah kami, selaku penguasa yang selalu memutusi perkara kami, kalau Engkau sudah tiada, lalu kepada siapakah kami mengadukan semua persoalan kami!?”
Rasulullah Saw bersabda: “Aku sudah tinggalkan untuk kalian jalan yang benar di atas jalan yang terang benderang, juga aku tinggalkan dua penasehat, yang satu pandai bicara dan yang satu pendiam. Yang pandai bicara yaitu Al-Qur’an, dan yang diam ialah kematian. Manakala ada persoalan yang sulit bagi kalian, maka kembalikan kepada Al Qur’an dan Sunnahku, dan andaikan hati keras seperti batu, maka lenturkan dia dengan mengingat kematian.”
Kaum Muslimin Jamaah Sholat Jumat yang dimuliakan Allah
Semenjak hari itu, sakit Rasulullah saw bertambah parah, selama 18 hari beliau menanggungnya. Smpailah tiba hari senin di hari beliau menghadap Rabbnya. Sewaktu adzan shubuh Bilal ra datang menghampiri pintu Rasulullah Saw seraya mengucapkan salam.
Dari dalam rumah Fathimah putri Rasulullah saw menjawab salam Bilal, dan ia membertahukan bahwa Rasulullah saw dalam keadaan sakit.
Bilal pun kembali ke masjid, tatkala subuh mulai terang sedang Rasulullah saw belum juga datang, Bilal kembali menghampiri pintu Rasulullah. Mendengar suara Bilal, Rosulullah memanggilnya, lalu bersabda: ”Masuklah wahai Bilal, penyakitku rasanya semakin bertambah, suruhlah Abu Bakar agar menjadi imam shalat dengan orang-orang yang hadir.”
Kemudian bilal memasuki masjid dan memberitahu Abu Bakar agar beliau menjadi imam dalam sholat tersebut. Ketika Abu Bakar melihat ke mihrab Rasulullah saw yang kosong, ia tidak dapat menahan perasaannya, lalu ia menjerit dan akhirnya jatuh pingsan. Orang-orang yang berada di dalam masjid menjadi bising sehingga terdengarlah oleh Rasulullah saw.
Rosulullah lalu memanggil fathimah lalu berkata: ”Wahai Fathimah, ada apakah dengan jeritan itu, kenapa di dalam masjid sana begitu gaduh?” Fathimah menjawab: ”Itu karena engkau tidak hadir mengimami wahai Rosulullah.”
Maka Rasulullah meminta Ali dan Fadhal bin Abbas untuk memapah beliau masuk ke masjid, Rosulullah kemudian shalat bersama-sama mereka . Setelah salam beliau menghadap ke arah kaum muslimin dan bersabda: ”Wahai kaum muslimin, kalian masih dalam pemeliharaan dan pertolongan Allah. Untuk itu bertaqwa-lah kepada-Nya dan taatilah Dia, sesungguhnya saya akan meninggalkan dunia ini, dan hari ini adalah hari pertamaku di akherat dan hari terakhirku di dunia.”
Kaum Muslimin Jamaah Sholat Jumat yang dimuliakan Allah
Kisah ini semakin membuat kita menjadi sedih saat Rosulullah pulang kembali ke rumahnya, Allah mewahyukan kepada Malaikat Maut supaya turun menemui Rasulullah saw dengan berpakaian sebaik-baiknya. Kemudian menyuruh Malaikat Maut mencabut nyawa Rasulullah saw dengan lemah lembut. Seandainya Rasulullah menyuruhnya masuk, maka dia dibolehkan masuk. Tetapi jika Rasulullah tidak mengizinkannya, hendaklah dia kembali.
Maka turunlah Malaikat Maut untuk menunaikan perintah Allah SWT. Sesampainya di depan pintu kediaman Rasulullah saw, Malaikat Maut berkata: “Assalamualaikum wahai ahli rumah kenabian, sumber wahyu dan risalah!”
Fatimah pun keluar menemuinya dan berkata kepada tamunya: “Wahai hamba Allah, Rasulullah sekarang dalam keadaan sakit.”
Kemudian Malaikat Maut itu memberi salam lagi: “Assalamualaikum, bolehkah saya masuk?”
Rasulullah saw mendengar suara Malaikat Maut itu, lalu ia bertanya kepada puterinya Fatimah: “Siapakah yang ada di luar pintu itu?”
Fatimah menjawab: “Seorang lelaki memanggil baginda. Saya katakan kepadanya bahwa baginda dalam keadaan sakit. Kemudian dia memanggil sekali lagi dengan suara yang menggetarkan sukma.”
Rasulullah saw bersabda: “Tahukah kamu siapakah dia?”
Fatimah menjawab: “Tidak wahai baginda.”
Lalu Rasulullah saw menjelaskan: “Wahai Fatimah, dia itu adalah melaikat maut yang memusnahkan semua kenikmatan, yang memutuskan segala nafsu syahwat, yang memisahkan pertemuan, dan menghabiskan semua rumah, serta dia yang meramaikan kuburan.”
Mendadak Fathimah menangis, lalu berucap: “Wahai Ayahku, sesungguhnya aku takkan mendengar sabdamu lagi, juga tak kan mendengarkan ucapan salam darimu sesudah hari ini.”
Rasulullah berkata: “Tabahkan hatimu wahai anakku Fathimah, sebab sesungguhnya hanya engkau di antara keluargaku yang pertama berjumpa denganku.”
Kemudian Rasulullah saw bersabda: “Masuklah, wahai Malaikat Maut.” Maka masuklah Malaikat Maut itu sambil mengucapkan: “Assalamualaika ya Rasulullah.”
Rasulullah saw pun menjawab: “Waalaikassalam wahai Malaikat Maut. Engkau datang untuk berziarah atau untuk mencabut nyawaku?
Malaikat Maut menjawab: “Saya datang untuk ziarah sekaligus mencabut nyawa. Jika tuan izinkan akan saya lakukan. Jika tidak, saya akan pulang.”
Rasulullah saw bertanya: “Wahai Malaikat Maut, di mana engkau tinggalkan Jibril?”
Jawab Malaikat Maut: “Saya tinggalkan dia di langit dunia.”
Baru saja Malaikat Maut selesai bicara, tiba-tiba Jibril datang lalu duduk disamping Rasulullah saw. Kemudian Rosulullah berkata: “Wahai Jibril, tidakkah engkau mengetahui bahwa ajalku telah dekat?”
Jibril menjawab: “Ya, wahai kekasih Allah.”
Rosul melanjutkan ucapannya: “Beritakan kepadaku akan kemuliaan yang menggembirakan aku di sisi Allah.”
Jibril menjawab: “Semua pintu-pintu telah terbuka. Dan para malaikat sudah berbaris menanti kehadiran Ruh-mu di langit. Pintu-pintu surga telah terbuka, dan bidadari-bidadari sudah bersolek menanti kehadiran Ruh-mu.
Rasulullah saw berkata: “Segala Puji bagi Allah wahai Jibril, berilah aku kabar gembira mengenai umatku kelak di hari kiamat!”
Jibril menjawab: “Aku beritahukan kepadamu wahai Rosulullah, bahwa sesungguhnya Allah Ta’ala telah berfirman: “Sesungguhnya sudah Aku larang semua Nabi masuk ke dalam surga sebelum engkau memasuki lebih dulu. Dan Aku larang semua umat sebelum umatmu masuk lebih dulu.” (Hadist Qudsi)
Dengan tersenyum Rosulullah berkata: ”Sekarang sudah tenang hatiku dan hilanglah kekhawatirankuku.” Beliau melanjutkan: ”Wahai malaikat maut, mendekatlah kepadaku.”Malaikat Maut pun mendekati beliau dan mulailah mencabut ruh Rosulullah.
Ketika sampai di perut Beliau bersabda: “Wahai malaikat Jibril, alangkah pahitnya rasa sakaratul maut ini”. Malaikat Jibril memalingkan wajahnya. Ketika itu Nabi Saw berkata: ”Wahai Jibril, apakah engkau tidak suka melihat wajahku!” Jibril menjawab: ”Wahai kekasih Allah, siapa kiranya yang sampai hati melihat wajahmu, dan engkau dalam keadaan sakaratul maut.“
Anas ra berkata: ”Ketika ruh Nabi Saw sampai di dada, beliau bersabda: ”Aku berwasiat kepada kalian, agar kalian memelihara shalat, dan apa-apa yang menjadi tanggungjawabmu” sampai perkataan beliau putus.
Kaum Muslimin yang dimuliakan Allah
Rosulullah telah menghembuskan nafasnya yang terakhir dengan tersenyum. Anas bin Malik melanjutkan ucapannya: “Ketika aku di depan pintu rumah Aisyah, aku mendengar Aisyah sedang menangis dengan kesedihan yang mendalam sambil mengatakan, “Wahai orang yang tidak pernah memakai sutera, wahai orang yang keluar dari dunia dengan perut yang tidak pernah kenyang dari gandum, wahai orang yang telah memilih tikar daripada singgahsana, wahai orang yang jarang tidur di waktu malam karena takut Neraka Sa’ir.”
Kaum Muslimin jamaah Sholat jumat yang di muliakan Allah
Begitulah ungkapan Aisyah seorang istri Rosulullah yang menyadarkan kita bahwa begitulah keseharian Rosulullah tatkala beliau masih hidup. Padahal beliau adalah orang yang telah dijamin Allah untuk masuk surga. Kini sudah 14 abad berlalu saat Rosulullah meninggalkan umatnya, tetapi ajaran beliau selalu hidup dan akan selalu menghidupkan hati orang-orang beriman. Ada beberapa hal yang hendaklah selalu diingat dan diwujudkan, sebagai wujud kecintaan kita kepada Rosulullah saw:
Pertama: Ikhlas dan mengikuti tuntunan Rosululllah dalam beribadah
Hal ini ditegaskan oleh Allah Swt dalam firmannya:
فَمَنْ كَانَ يَرْجُوا لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلاً صَالِحاً وَلا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَداً [الكهف:110]
Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya.” (Al-Kahfi: 110)
Rosulullah saw bersabda:
عائشة رضي الله عنها من أحدث في أمرنا هذا ما ليس منه فهو رد . أخرجه الشيخان
Barang siapa melakukan amalan bukan sesuai dengan tuntunanku maka ia ditolak. (HR. Bukhori Muslim)
Kedua : Konsisten dalam ketaatan kepada Allah SWT
Kaum Muslimin yang dimuliakan Allah
Saat Umar bin Khattab berteriak lantang dengan penuh kesedihan sambil menghunus pedangnya sambil mengucapkan: “Barang siapa yang mengatakan bahwa Muhammad telah mati akan aku tebas lehernya”.
Setelah Abu bakar menutup kembali kain panjang yang menutupi wajah Rosulullah yang mulia, tetesan air mata mengalir membasahi pipi dan janggutnya, ia kemudian bangun dan melangkah keluar menjumpai Umar. Ia tahu perasan Umar yang tidak dapat menerima kehilangan Rasul. Dia sendiri sedang bergelut dengan kesedihan yang amat dalam. Lalu dia pun berseru dengan nyaring. Seruan itu ditujukan kepada semua yang hadir terutama kepada Umar. “Barang seiapa menyembah Nabi Muhammad, sesungguhnya Rasulullah benar-benar telah wafat. Dan barang siapa menyembah Allah,maka Allah tidak pernah mati dan abadi selama-lamanya.”
Kemudian beliau membacakan sebuah firman Allah dalam Al-Quran:
وَمَا مُحَمَّدٌ إِلا رَسُولٌ قَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلِهِ الرُّسُلُ أَفَإِنْ مَاتَ أَوْ قُتِلَ انْقَلَبْتُمْ عَلَى أَعْقَابِكُمْ وَمَنْ يَنْقَلِبْ عَلَى عَقِبَيْهِ فَلَنْ يَضُرَّ اللَّهَ شَيْئًا وَسَيَجْزِي اللَّهُ الشَّاكِرِينَ
“Dan tidaklah Muhammad itu kecuali seorang Rasul. Sudah berlalu rasul-rasul lain sebelumnya. Kerana itu, Apakah jika Muhammad meninggal dunia atau terbunuh, kamu akan murtad dan kembali kepada agama nenek moyang kamu? Sungguh barang siapa murtad kembali kepada agama nenek moyang, tidak sedikit pun menimbulkan kerugian kepada Allah SWT. Dan Allah akan menganjarkan pahala bagi orang-orang yang bersyukur.” (Ali Imran:144)
Tiba-tiba Umar terjatuh lemah di atas kedua lututnya. Tangannya menjulur kebawah bagaikan kehabisan tenaga. Keringat dingin membasahi seluruh badanya. Bagaikan baru hari itu dia mendengar ayat yang sudah lama disampaikan oleh Rasul kepada mereka. Kini hatinya benar-benar tersentak. “Benarlah baginda telah pergi untuk selama-lamanya. Kau pergi meninggalkan kami yang amat mencintaimu,” rintih hati Umar.
Dan tangis kecintaan tersebut terus merambat ke hati para sahabat dan ke seluruh hati umat sehingga akhir zaman. Kecintaan orang beriman kepada Rasulnya yang tidak pernah putus sekalipun oleh kematian karena kecintaan atas dasar iman itu tetap lestari dan abadi.
Walau Rosulullah telah tiada, ketaatan kepada Allah harus terus adalah selamanya.
Ketiga : Meneladani dan Mencintai Rosulullah
Banyak sisi dari kisah kehidupan Rosulullah yang mesti diteladani oleh umat islam, apalagi pada saat sekarang ini, bangsa kita sangat membutuhkan pemimpin yang dapat membimbing bangsa yang bukan hanya selamat dari krisis global, tapi yang lebih penting dari pada itu seorang pemimpinyang juga dapat membimbing bangsa hingga mereka selamat di akherat kelak.
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ
“Sungguh terdapat dalam diri Rosulullah suri tauladan yang baik” (Al-Ahzab: 21)
Mencintai Rosulullah adalah kewajiban, membela kehormatan Rosulullah merupakan keharusan, karena itu adalah tanda dari keimanan. Sebagaimana sabda Rosulullah dalam hadist shahih:
عن أنس رضي الله عنه: لا يؤمن أحدكم حتى أكون أحب إليه من ولده ووالده والناس أجمعين
Kelima: Berpegang teguh kepada Kitabullah dan Sunah
Umat saat ini sangat dituntut untuk benar-benar kembali kepada Al-Quran dan Sunah sebagaimana pesan Rosulullah ketika akan wafat, itulah yang akan membimbing mereka menuju keselamatan di dunia dan akherat.:
وَأَنَّ هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيماً فَاتَّبِعُوهُ وَلا تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ ذَلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ [الأنعام:153].
“Ini adalah jalanKu yang lurus, maka ikutilah dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain) karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari jalanNya. Yang demikian itu diperintahkan Allah agar kamu bertakwa.” (Al-An’am : 153)
Dengan ini maka kita semua dapat menyimpulkan bahwasanya cerita tersebut menyadarkan kita bahwa  kehidupan seorang Rosulullah tatkala beliau masih hidup. Padahal bila kta ketahui beliau adalah orang yang telah dijamin Allah untuk masuk kedalam surga-Nya.Beliau selalu beribadah kepada Allah selalu menaati perintahnya dan terus berdakwah hingga ajal menjemputnya, maka marilah kita semua sebagai khalifah dibumi ini setidaknya meneladani apa yang telah diajarkan oleh rosulullah kepada kita.Sehingga kita bias meneruskan ilmu ilmu tersebut hingga ke anak bahkan hingga cucu kita dikelak nanti.

بارك الله لي ولكم في القرآن العظيم، ونفعني وإياكم بهدي سيد المرسلين. أقول قولي هذا وأستغفر الله لي ولكم ولجميع المسلمين، فاستغفروه، إنه هو الغفور الرحيم.




اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ أَمَرَنَا بِاْلاِتِّحَادِ وَاْلاِعْتِصَامِ بِحَبْلِ اللهِ الْمَتِيْنِ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ، إِيَّاهُ نَعْبُدُ وَإِيَّاُه نَسْتَعِيْنُ. وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، اَلْمَبْعُوْثُ رَحْمَةً لِلْعَالَمِيْنَ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ. عِبَادَ الله، اِتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ. إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يَاأَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَقَرَابَتِهِ وَأَزْوَاجِهِ وَذُرِّيَّاتِهِ أَجْمَعِيْنَ. اَللَّهُمَّ أَصْلِحْ جَمِيْعَ وُلاَةَ الْمُسْلِمِيْنَ، وَانْصُرِ اْلإِسْلاَمَ وَالْمُسْلِمِيْنَ، وَأَهْلِكِ الْكَفَرَةَ وَالْمُشْرِكِيْنَ وَأَعْلِ كَلِمَتَكَ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ وَيَا قَاضِيَ الْحَاجَاتِ. اَللَّهُمَّ افْتَحْ بَيْنَنَا وَبَيْنَ قَوْمِنَّا بِالْحَقِّ وَاَنْتَ خَيْرُ الْفَاتِحِيْنَ. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ


Senin, 19 Mei 2014

Mawar Putih Cinta

Cinta? Kamu kah itu?”.
“Ya, kenapa din?”.
“Ada yang cariin kamu?”.
“Siapa din?”.
“Gak tau tuh”.
“Mas andre rupanya, silahkan masuk”.
“Mau minum apa mas andre?”.
“gak usah repot-repot jelek”.
“kok kamu nyebelin?” Panggil jelek lagi
Pada suatu ketika masa itu teringat lagi dalam benakku, cintaku pada pertemuan di malam keakraban program studiku di wisma dulu. Aku masih mengingat hal-hal yang terindah saat bersamanya. Bunga yang sering dia kasihkan ke aku ialah bunga mawar putih yang melambangkan kesucian cintanya. Hal itu, masih kurasakan sampai sekarang mawar putih itu seakan keluarga dalam kehidupanku. Awalnya pangeranku itu hanya memberi sepucuk mawar putih yang cepat layu yang dibungkus, tetapi mawar yang diberi sekarang sangat bernilai bagiku. Disaat aku tak selalu bersamanya mawar yang selalu hadir memberi aroma kesejukan di pagi hariku membuatku semakin terlalu dalam mencintainya.
“Cinta, Bangun” ujar dinda.
“Apaan dinda?” ujarku.
“Kamu gak berangkat kampus?”
“Udah jam berapa ini?”
“Ya din”
“Aku bareng sama pangeranku?”
“Cie-cie, enak bener ada pacar yang setia dan sayang buanget sama kamu ya” ujar dinda.
“Sayang, aku masuk kelas dulu ya”. Andre pun meninggalkanku dia juga bergegas masuk kelasnya karena sudah telat berapa menit.
Setelah selesai kuliah aku pun bertemu lagi dengan pangeranku, tapi kali ini aku iri karena dia sering didekatin cewek-cewek, maklum juga pangeranku ini selain ganteng dia juga aktif dalam berorganisasi di kampus. Pada saat yang tidak tepat, aku merasa aneh dengan sifat kekasihku itu. Dalam FBnya pernah aku dapatkan stat yang tulisannya
"Dia masih inget kamu dinda wkwk. .”.
Duniaku seakan dipenuhi hamparan pohon pohon pinus yang harus aku lewati. Andre ini terkenal seseorang yang friendly sama orang lain maka awalnya aku biasa-biasa aja dengan stat tersebut karena aku tahu mungkin stat tersebut hanya utk temannya yang hanya iseng-iseng aja. Akan tetapi, hal lain yang aku temui berbeda dari sebelumnya Andre sering melamun entah apa yang ada di pikirannya.
Setelah Andre banyak cerita sama aku tentang mantannya, mantannya yang bernama Nova akan kuliah di Yogya juga tahun depan. Sekarang, aku merasa takut, takut akan kehilangan cinta sejatiku. Meskipun Andre menyanyangiku sepenuh hati, tetapi baginya mantan juga termasuk hal yang terindah dalam kehidupannya.
“Sayang, kamu dimana?” ujar Andre.
“aku kangen”.
“Aku di kos sayangku, aku juga kangen beiby sayangku”.
“hemm, aku jemput kamu ya sekarang kita jalan”, Ujar Andre.
“tenang aja sayang, malam ini kan malam minggu kosmu kan tutup jam setengah 10 sayangku”.
“sekarang kan baru jam setengah 7 sayang”.
“iya sayang ganteng” ujarku.
“pokoknya aku menurut aja”.
“asalkan kamu jangan telat pulangin aku ke kosnya, hehehe”.
Setelah selesai telponan sama kekasihku, dia pun langsung menjemputku dan mengajakku ke tempat tongkrongan yang tidak terlalu begitu jauh juga, yaitu trotoar alun - alun sambil menikmati makan malam di empearn. Sebelumnya juga aku sudah meminta temanku yang imut yang bernama dinda untuk membukakan pintu gerbang apabila entar sudah di tutup.
Setelah aku dan andre sudah sampai tempat tujuan, kami pun bercanda bareng lagi, tidak lupa dengan kata-kata puitis yang selalu hadir di saat kami senang maupun susah. Andre ini terkenal cowok yang humoris meskipun tampilannya sederhana, tapi dunianya penuh dengan sejuta impian dan harapan.
Malam telah berlarut, waktu sudah meunjukkan pukul 21.00 WIB. Aku dan Andre pun bergegas untuk pulang, disaat tengah perjalanan hujan pun datang membasahi tubuh kami berdua.
“Sayang, sekarang kan masih hujan” ujar andre.
“iya sayangku, memang kenapa?” ujarku.
“Aku takut hujan sayang” ujar andre.
“kok bisa sayangku?” ujarku.
“Karena dikala waktu hujan datang, aku tak mau cinta kita terhapus seperti tulisan itu sayang? Tulisan yang ada di tembok, meskipun catnya tidak sebagus cat lain yang bermerk tetapi bernilai dan yang dibasahi air hujan lambat launnya tulisannya akan hilang”.
“Sama halnya dengan cinta kita sayang” ujar andre.
“meskipun cintaku ke kamu sederhana, aku tak mau kita terpisahkan” ujar andre.
“iya beiby, Kamu ini gombal terus ya” ujarku
Pada waktu UAS telah selesai, aku tidak segera pulang ke kampung halamanku dan hari-hari ku selama dua minggu sudah kujalani dengan kekasihku. Aku tahu dia sedih tahun ini libur semester dia tidak pulang ke kampung halamannya karena kekasihku berpikir akan banyak biaya yang akan dikeluarkan. Setiap harinya aku sering jalan-jalan sama kekasihku ke pusat keramaian kota Yogyakarta (Malioboro). Adapun juga setelah kami pergi dari tempat tersebut kekasihku sering mengajakku ke toko bunga. Terkadang walaupun tidak sempat membelinya karena keterbatasan uang juga, dia sering menjadikan aku sebagai objek fhotografernya.
Seiring waktu berjalan, duniaku bagaikan disambut aroma harum bunga mawar putih di pagi hari, semakin hari semakin membuktikan rasa kasih sayangnya padaku. Terkadang sulit bagiku memahami arti sosok kekasihku ini dia bagaikan misterius,
“Oh, kasih”.
“hadiahmu yang pertama sangat berkesan bagiku”.
“Takkan mampu aku membuangnya, bahkan merusaknya sekalipun”.
Aku sesaat termenung memikirkannya. Hari berlalu, cerita baru pun datang. Pada tahun 2014, tibalah saatnya yang mencemaskan hatiku gugup, gemetar, bahkan aku susah tidur memikirkan sosok kekasihku ini. Nova, akhirnya dia mendaftarkan diri juga sebagai mahasiswa UAD dengan prodi Akuntansi. Pada suatu ketika, tidak kusangka kami dipertemukan di tempat yang tidak asing lagi yaitu di toko Bunga. Pada waktu itu aku bersama kekasihku,
“Hay ndre” ujarnya.
“Iya, kayak kenal” ujar andre.
“aku hanya cemberut seakan cuek”.
“Aku Nova, masa kamu udah lupa” ujarnya.
“Oh yaa yaa, kamu beneran rupanya mau kuliah disini juga” ujar andre.
“Tambah ganteng ya kamu” ujarnya.
“aku pun langsung cemburu dan aku cubit kekasihku dan aku meminta dipulangkan”.
“Udah dulu ya nova, aku pulang dulu” ujar andre.
“iya andre, Hati-hati ya” ujarnya.
Tidak lupa juga aku memasang wajah cemberut dengan si Nova mantan kekasihku tersebut.
Sesampainya di rumah aku langsung memarahi kekasihku tersebut. Aku meminta dengannya pilih aku atau dia waktu kamu satu minggu. Tidak pernah kurasakan hal ini sebelumnya, biasanya aku pacaran hanya biasa saja tapi entah pikiran alam mana yang memasukiku ini hingga aku tergila gila dengannya. Andre pun bingung semakin hari waktu semakin dekat, dia tak mampu menentukan aku atau Nova yang pantas jadi kekasihnya. Sudut pandang lain mengatakan Nova ialah mantan terindah yang pernah ia miliki, tetapi mantannya tersebut meninggalkan karena tidak sanggup dengan hubungan jarak jauh sedangkan Andre tersebut sangat sayang padanya di waktu dulu. Melalui sudut pandang dariku, dia mengatakan sosok wanita yang penuhi hari-harinya dengan canda tawa, melalui diriku andre mengatakan mampu membuatnya mengerti tentang perasaan wanita. Andre yang dulunya menyukai mawar merah, akan tetapi sosok diriku yang telah masuk dalam dunianya mampu mengubahnya yang awalnya dia memilih mawar merah sebagai dirinya, darah yang berarti dirinya telah disakiti dan terus disakiti. Meskipun demikian setelah Andre menemukan mawar putih, duri yang pernah tertanam dalam jiwanya kini hilang.
Andre mendatangi mantan keaksihnya tersebut dan menjelaskan hal yang sebenarnya tentang perasaannya sekarang. Andre meminta maaf tidak bisa mencintai Nova tersebut. Pada hari terakhir, penentuan bagaimana jawaban dari kekasihku tersebut. Malam harinya, Andre bergegas ke kosku dan mengajakku ke tempat yang belum pernah kami datangi, tempat tersebut tepatnya sebuah restoran yang penuh dihiasi dengan bunga. Pada kronologisnya restoran itu hanya ditemani lampu-lampu yang tidak begitu terang. Aku disuruh berdiri sejenak dan pada saat itu juga Andre hilang dari pandanganku. Aku bingung, hanya penunjuk arah terlihat olehku di sebelah pintu. Aku pun bergegas mengikuti penunjuk arah tersebut, penunjuk arahnya memang benar-benar romantis, lukisan dengan berbagai bunga yang kami ambil bersama di toko bunga maupun di pinggiran jalanan. Saat petunjuk terakhir aku ikuti,
“Sayang”, ujarnya.
“Apa sayang?”, ujarku.
“sekarang aku punya dua pilihan”, ujarnya.
“apa itu sayangku?” ujarku.
“kamu berdiri di dekat photo bunga itu sayang”,
“1. kalau aku photo mawar putih itu? Aku gak pilih kamu sayang”,
“2. Tapi kalau aku photo kamu sayang, kamu lah bunga mawar putih cintaku”,
“silahkan sayangku” ujarku.
ternyata lensanya diarahkan kearah bunga mawar,disitu hatiku mulai gundah gulana namun dia belum menekan tombol kameranya,setelah ak tunggu beberapa saat dan...
“jepret, photo tersebut mengarahku”.dan hatiku terasa amat lega.
Andre ialah sosok orang yang mempunyai sejuta impian dan harapan bagiku, aku tidak akan menyiakan kasih sayangnya kepadaku, mawar putih cintanya ialah aku.

Senin, 12 Mei 2014

Cinta Tak Sampai

Setelah pembicaraan selesai mama reni langsung masuk ke kamar reni, ia mendapati reni sedang nongkrong di depan laptopnya,ia masih penasaran dengan cerita pak koko tadi, apa benar anak semata wayangnya ini sedang jatuh cinta kepada temannya yang juga keluarga dari kakek buyutnya.
‘anak mama lagi apa?’
‘eh mama, ngagetin aja, ada apa ma?’
‘gak ko, mama lagi pengen tau aja kamu lagi ngapain, sekarang kamu lebih seneng di kamar bareng laptop kamu’
‘ah masa sih ma, mama ada-ada aja ah perasaannya’
‘itu siapa?’ (sambil menunjuk ke arah foto yang terpampang di laptot reni)
‘ya tuhan, aku lupa’ (gumam reni dalam hati)
‘oh bukan mah, itu bukan siapa-siapa hehe’ (jawab reni terbata-bata sambil menutup laptopnya)
‘ayo,, kamu lagi jatuh cinta yah, ayo cerita sama mama’
‘ah mama , gak ko ma’
‘trus tadi siapa? Mama gak akan marah ko kalo kamu bicara jujur sama mama’
‘mama serius?’
‘iya mama serius, ayo jujur anak mama lagi jatuh cinta yah’
‘ah mama,, nanti deh reni cerita, tapi gak sekarang’
‘yaudah, mama tinggal dulu yah keluar sama ayah sebentar, kamu jangan keluyuran, kalo kamu suntuk suruh aja ferdi kerumah yah’
‘hah ferdi ma?’
‘loh kenapa?’
‘oh gak ko ma,, yaudah dadah mama aku pesen cemilan ya ma’

Sekarang reni hanya dengan pak koko di rumah,, mama dan ayah nya pergi makan malam ini, reni benar-benar merasa suntuk dan tiba-tiba reni mengingat seseorang “ferdi”. Reni ingat apa yang di sampaikan mamanya, (kalo suntuk suruh aja ferdi kerumah) namun reni sedikit ragu untuk menyuruhnya kerumah malam ini, karena reni sedang menyimpan perasaan pada sahabatnya itu, reni takut jika ada ferdi di sini suasana malam ini akan terasa semakin hening dan berbeda. Namun di sisi lain reni pun rindu kepada ferdi dan akhirnya reni memutuskan untuk menyuruh ferdi datang kerumahnya.
‘hallo dii, lo sibuk gak?’ (suara reni di telepon)
‘gak, ada apa ren?’ (jawab ferdi)
‘gue di rumah Cuma sama pak koko, mama sama ayah lagi keluar, lo kesini yah,, bête gak ada temen’
‘ok 5 menit lagi gue nyampe rumah lo’
‘oke,, hati-hati di jalan’
Hati reni menjadi dag dig dug setelah selesai menelepon ferdi, reni pun duduk di kursi yang tersedia di halaman rumahnya sambil menunggu ferdi, reni pun mendengarkan music di earphonenya tanpa sengaja "zigas-sahabat jadi cinta" lagu yang pertama di dengarnya oleh reni, lagi-lagi reni mengingat ferdi.

Ferdi pun sampai di rumah reni,, malam ini warna baju yang mereka kenakan seragam yaitu berwarna hitam-biru, padahal reni tidak menjajikannya untuk memakai baju yang berwarna hitam-biru mereka pun bertatapan sambil tertawa melihat warna baju yang mereka kenakan, karena baru pertama kali ini mereka kompak dalam hal warna pakaian.
‘haduh reni,, ko tumben-tumbenan banget sih kita samaan, lucu banget yah haha’ (kata ferdi sambil tertawa)
‘hehe iya dii’ (jawab reni singkat)

Seperti biasanya reni dan ferdi gila-gilaan ketika sudah menyatu,, ferdi godain reni,jailin reni bahkan nangisin reni, tetapi reni gak pernah bisa marah terhadap ferdi dan begitupun sebaliknya ferdi gak pernah bisa marah terhadap reni, karena menurut ferdi reni adalah satu-satunya sahabat ferdi yang sifat dan sikapnya yang sulit berubah, karena itulah kenapa ferdi dekat dengan reni.
‘udah ah dii becandanya, gue capek,, gue mulu yang kalah’
‘ah payah lo’
‘dii gue mau nanya sama lo’ (ucap reni serius)
‘mau nanya apa? serius banget kayanya’ (ucap ferdi sambil menegukan minuman)
‘lo pernah gak ngerasain sodara jadi cinta?’
‘pernah’ (jawab ferdi singkat)
‘gimana rasanya?’
‘lo kenapa tiba-tiba nanya kaya gitu?’
‘gak , gue Cuma mau tau gimana rasanya’ (reni berbohong dengan jawabannya itu)
‘gue gak bisa mengungkapkannya dengan kata-kata,, karena ini beda, ini soal perasaan’
‘trus apa yang lo lakuin? Lo pernah gak punya perasaan buat memperjuangkan cinta lo, sedangkan itu sodara lo sendiri?’
‘gak’
‘kenapa?’
‘karena gue takut,kalo suatu saat nanti gak bisa deket lagi sama dia’
‘tapi apa lo gak bakal nyesel kalo suatu saat nanti lo tau kalo dia menyimpan rasa yang sama kaya lo?’
‘maksud lo, dia suka juga sama gue?’
‘iya’
‘ya pasti nyesel banget lah ren,, ’
‘berarti itu artinya lo gak akan pernah tau apa yang selama ini gue rasain terhadap lo, apa gue harus menyerah buat jadi milik lo? Tapi gue sayang lo, andaikan gue jadi lo pasti udah gue ungkapin perasaan gue,tapi sayangnya gue perempuan yang menurut gue gak pantes mengungkapkan duluan, gue gak peduli lo sodara gue atau bukan’ (ucap reni dalam hatinya)
‘wey lo kenapa bengong?’ (ferdi mengagetkan reni)
‘apa sih lo, siapa yang bengong’
‘ngomong-ngmong lo kenapa nanya kaya gitu?’
‘kan udah gue bilang gak kenapa-kenapa, gue Cuma pengen tau gimana rasanya,, dii udah malem,, lo mending pulang aja deh, biarin aja gue di temenin sama pak koko’
‘gak apa-apa gue mau nemenin lo sampe nyokap bokap lo pulang’
‘kayanya masih lama deh dii’
‘tapi gak apa-apa kan gue tinggal pulang?’
‘iya dii gak apa-apa, udah pulang sana, besok kan lo sekolah’
‘yaudah, gue pulang yah, lo hati-hati di rumah’
‘iya, lo juga hati-hati di jalan,, sms gue kalo udah sampe rumah’
Setelah ferdi meninggalkan rumah reni, reni pun langsung berlari menuju kamarnya, ia menitikan air matanya. Sudah lama reni tak pernah menangis karena cinta, reni baru menangis lagi malamini menangis karena cinta. Malam ini hati reni terasa sakit sekali, reni putus harapan malam ini, ini memang bukan yang pertama reni putus harapan, tapi kali ini berbeda karena ini terhadap sodaranya sendiri. Mungkin ini juga bisa dikatakan cinta terlarang.

Tak lama kemudian ferdi mengirim sms kepada reni yang memberitahukan bahwa ia sudah sampai rumahnya, reni tak berniat untuk membalasnya karena mood reni sedang hilang saat ini. Mama dan ayah reni pun pulang, dan mama pun mengetuk-ngetuk pintu kamar reni.
‘reni, mama pulang, ini pesenannya mama beliin,, ren kamu udah tidur sayang’

Tak sedikit pun reni menjawab pertanyaan mamanya itu, reni tak ingin mamanya tau bahwa malam ini reni sedang menangis, biarkan yang mamanya tau bahwa reni sudah tidur.
‘maafin reni ma’ (jawab reni dalam hati)
‘mungkin memang sepantasnya aku tidak menjadi kekasihmu,, tuhan telah mentakdirkan kita untuk menjadi sodara, karena itu kenapa harus sesakit ini yang aku rasakan sekarang karena memang aku tak akan pernah pantas menjadi milikkmu. Ferdi, tetaplah menjadi sodaraku, tentang rasaku biarkanlah saja, aku akan mencoba melupakan tentang hal ini. Semoga kamu akan mendapatkan kekasih seperti yang kamu inginkan’ (tulisan reni dalam diary nya)
Dan sekarang reni mencoba menjalani hari-hari seperti biasanya,, esok adalah langkah awal reni yang harus melupakan sejuta harapan untuk selamanya. Reni berpikir biarlah ferdi menjadi harapan indah yang tak akan pernah bisa menjadi milik reni.

Rabu, 30 April 2014

With Rain...



Hujan punya cerita tentang kita. Hujan mengerti tentang betapa aku merindukanmu, betapa aku mengharapkanmu kembali ke sampingku. Dan hujan pula yang tahu seberapa besar aku merindukan kisah denganmu.
“Dit, kamu tau Ara mau pindah?” pertanyaan Regi spontan membuatku kaget.
“Nggak lucu tau bercandamu,” kataku.
“Serius Dit, dia mau pindah ke Palembang. Aku aja baru tau dari Rena tadi. Katanya lusa dia berangkat,” Regi mencoba meyakinkanku.
‘Kok dia nggak cerita sama aku yakk?’ Tanyaku pada diri sendiri.
“Thanks ya Gi infonya, aku mau ke rumah Ara dulu,” Aku kemudian bergegas mengayun kencang sepedaku ke salah satu sudut di kompleks perumahan itu. Tujuanku cuman satu, menanyakan kebenaran kepada Ara.
Aku dan Ara sudah kenal dekat sejak kecil. Kemanapun kami selalu bersama. Bisa dibilang kami tak bisa terpisahkan. Dimana ada Ara di situ juga ada aku, begitu pun sebaliknya. Aku tak pernah membiarkan anak-anak kompleks yang nakal itu mengganggu Ara. Aku hanya ingin melindunginya, dimana pun dia berada. Bahkan orang tuaku dan orang tua Ara sangat senang dengan keakraban kami. Ayah dan Ibu Ara selalu mempercayai keselamatan anaknya padaku. Saat mereka sedang dinas ke luar kota, Ara selalu menginap di rumahku. Ibuku pun senang dengan kehadiran Ara di hidup kami. Maklumlah, selama ini dia mendambakan anak perempuan. Setelah ada Ara, ibuku selalu menganggap bahwa dia adalah bagian dari keluarga kami, sebagai adikku tentunya.
“Araa,” panggilku sembari menyandarkan sepedaku di tembok rumahnya.
Aku langsung masuk ke rumah tanpa permisi. Yaa, ini sudah seperti rumah keduaku. Orang tua Ara juga sudah kuanggap seperti orang tuaku sendiri, terlebih setelah ayahku meninggal, ayah Aralah yang menggantikan sosok ayahku.
“Kenapa Dit?” kudengar suara dari belakang rumahnya. Kualihkan tujuanku ke taman di belakang rumah Ara.
“Jelasin, apa yang kamu sembunyiin dari aku?” tanpa basa-basi aku langsung bertanya padanya.
“Sembunyiin apa sih Dit? Aku nggak sembunyiin apa-apa,” terlihat ekspresi Ara mulai berubah.
“Kamu mau pindah kan? Iya kan? Kenapa kamu nggak mau ngomong ke aku sih Ra?”
“Maaf Dit,” Ara menunduk. Perlahan kulihat air mata membasahi wajahnya. “Maaf....”
Aku berjalan menghampirinya. Kunaikkan wajahnya yang masih menunduk. Kuseka airmata yang mengalir di pelupuk matanya. Tak tega aku melihatnya menangis, apalagi untuk melukai perasaannya.
“Maaf, aku udah bikin kamu nangis. Aku cuman nggak mau kamu bohong sama aku,” Ara memelukku. Aku terdiam.
“Maafin aku Dit, aku nggak bermaksud bohongin kamu, aku cuman takut aku nggak bisa ninggalin kamu,”
“Tapi Ra. Aku bakal jauh lebih sedih kalau disaat terakhir sahabatku di samping aku, justru aku nggak ngasih kenangan manis buat dia. Udah yaa, jangan nangis lagi,”
Terlihat awan mendung mulai menyelimuti langit. Titik demi titik air mulai berjatuhan membasahi bumi. Semakin deras. Kuajak Ara untuk memasuki rumah.
“Ujan Ra, masuk yuk,”
“Nggak mau ah Dit, udah lama kita nggak ujan-ujanan. Aku pengen ngelewatin hujan ini bareng kamu. Belum tentu kan kita bisa bareng kayak gini lagi?”
“Yaudah yuk aku temenin,”
Kami berlari menerjang hujan. Bermain-main bersama percikan hujan. Terlihat Ara tertawa tanpa beban, ‘ah aku pasti akan sangat merindukan tawanya,’ gumamku. Yaa, kita sama-sama menyukai hujan. Mencintai setiap titik yang terlahir dari awan mendung.
***
Sebelum matahari mulai menampakan wujudnya, aku telah duduk di halaman rumah Ara. Hari ini saatnya aku dan dia berpisah. Aku tak ingin melewatkan waktu berharga dengan sahabatku.
“Mau kemana kita hari ini?” tanya Ara bersemangat.
“Ke trampolin aja yuk,”
“Okee, ayo kita cabut,” Ara berlari meninggalkanku.
Aku dan Ara duduk di atas trampolin. Kita sama-sama terdiam. Masih dengan lamunan masing-masing. Tiba-tiba suara Ara mengagetkanku.
“Nyanyiin aku lagu dong Dit,”
“Males ah,”
“Tega nih? Ayolah,” bujuk Ara.
“Iya deh, aku ambil gitar dulu ya,”
Aku berlari memasuki rumah. Tak berapa lama aku kembali dengan gitar ditanganku.
Berjanjilah wahai sahabatku
Bila kau tinggalkan aku
Tetaplah tersenyum
Meski hati, sedih dan menangis
Kuingin kau tetap tabah menghadapinya
Terputar kembali kenangan-kenangan indah bersama Ara. Semua kisah sedih dan senang yang kita lewati bersama.
Bila kau harus pergi
Meninggalkan diriku
Jangan lupakan aku...
Semua waktu yang telah kita lewati berdua. Canda dan tawanya. Senyum dan tangisnya. Aku pasti akan sangat merindukannya.
Semoga dirimu di sana
Kan baik-baik saja
Wahai sahabatku
Di sini aku kan selalu
Rindukan dirimu
Wahai sahabatku....
Aku terdiam. Kulihat butir halus muncul perlahan di pelupuk matanya.
“Kamu nggak apa-apa kan?” tanyaku.
“Dit, tetep inget aku yaa,” ucap Ara lirih.
“Pasti lah. Aku bakal tetep inget sama kamu, sahabat sejatiku,”
Kuraih sebuah kotak yang terletak di sampingku. Kuberikan kotak kecil itu untuk Ara.
“Nih, aku ada kenang-kenangan buat kamu, biar kamu inget aku terus,”
“Liontin?” tanya Ara heran, setelah dia membuka hadiahku.
“Iya, ini sepasang. Pasangannya ada di aku. Biar kita yakin kalo suatu saat nanti kita bakal ketemu lagi. Aku pakein ya?” ucapku. Ara mengangguk.
“I will miss you so much Radit,” Ara menunduk sedih.
“Me too Ara. Jaga diri baik-baik yah,”
Diiringi dengan hujan, perpisahan pun tak terelakan. Ara telah pergi meninggalkan aku dan semua tempat kenangan kita.
“Aku pasti bakal balik lagi ke sini, tungguin aku yah..” teriak Ara dari kejauhan. Aku hanya tersenyum. Raganya kini tak lagi bersamaku. Aku dan dia kini telah terpisah.
Awan hitam masih terus muncul, membuat sang bintang tak juga menampakkan sinarnya. Aku masih duduk melamun di trampolinku. Membiarkan hujan mengguyur ragaku.
“Radit ayo masuk nak, mau sampai kapan kamu di sini?” Suara di belakangku mengagetkanku.
“Mah, Radit nggak bisa pisah dari Ara,”
“Udah nak, kalo Tuhan ijinin pasti kalian ketemu lagi. Ayo masuk, kamu udah basah kuyup nih,”
“Iya mah,”
***
3 tahun berlalu. Kini aku duduk di bangku SMA, di salah satu sekolah ternama di kotaku.
Aku tumbuh menjadi pemuda yang cuek. Tak peduli dengan gaya hidupku, aku tetaplah nyaman dengan apa yang ada didiriku. Tak pernah ada yang mengusik hariku, hingga seseorang datang mengubah kehidupan tenangku.
Koridor sekolah nampak lengang, aku masih terus berlari menyusurinya. Jam pertama di kelasku sekarang adalah Matematika, dan aku sukses berangkat terlambat karena semalaman insomniaku kambuh. Semenit saja aku terlambat masuk kelas, habislah kesempatanku mengikuti pelajaran itu, karena sang guru sangat disiplin soal waktu.
Brukk. Seseorang menabrakku. Aku langsung bangkit dan berniat lari menuju kelas, namun terhalang oleh perbuatan orang yang menabrakku itu.
“Seenaknya aja kamu main pergi-pergi. Udah nabrak bukannya minta maaf malah kabur!”
“Brisik loe! Gue lagi telat nih. Salah loe sendiri jalan nggak liat-liat!” bentakku.
“Kamu tuh yang main nabrak-nabrak aja!”
“Minggir loe! Gue udah telat nih!”
“Nggak mau! Minta maaf dulu!”
“Yaudah gue minta maaf, minggir!” Aku langsung lari meninggalkan orang tersebut. Sial! Umpatku dalam hati. Pasti aku tak bisa mengikuti pelajaran pagi ini. Gara-gara ulah orang itu.
Namun dewi fortuna sedang berpihak padaku. Sampai di kelas tak terlihat tanda-tanda guru killer itu berada di kelas. Kulangkahkan kaki menuju bangkuku.
“Kemana aja loe? Jam segini baru nongol. Untung tuh guru belum masuk,” ucap salah seorang temanku.
“Insomnia gue kambuh nih. Mana tadi acara tabrakan sama orang gila lagi!”
“Siapa Dit?” tanyanya lagi.
“Tau tuh. Anak baru kali,”
“Cewek apa cowok?”
“Cewek,”
“Cantik nggak?”
“Kepo banget sih loe!” bentakku kesal.
Sesaat kelas hening, setelah wali kelasku memasuki ruangan. Terlihat di belakangnya seorang gadis yang kutabrak tadi. Sial! Umpatku lagi. ‘Kenapa harus sekelas sama dia sih?’ tanyaku dalam hati.
“Hallo semua. Namaku Tiara Natasya. Aku pindahan dari Palembang, salam kenal,”
Deg. Mendadak aku terdiam setelah gadis itu memperkenalkan diri. Tiara?  Dari Palembang? Ingatanku memutar pada sosok di masa laluku. Sahabat kecilku. Mungkinkah dia?
Hujan mencegahku untuk meninggalkan sekolah. Aku memang sudah tak menyukai hujan semenjak seseorang meninggalkanku saat hujan. Kulihat Tiara bersandar di tembok sambil menengadahkan tangannya. Kuhampiri dia.
“Kamu lagi kamu lagi, males ngeliat!” ucapnya.
“Yee, siapa juga yang seneng ngeliat loe!” gerutuku.
“Yaudah sana pergi!”
“Loe aja sana! Gue ogah! Lagi ujan gede gini juga,” Tiara justru langsung berjalan diantara rintik hujan yang turun kian deras. Aku kaget. Nekad benar dia.
***
Sebulan sudah Tiara menjadi siswa baru. Rasa penasaranku tentang Tiara di masa lalu makin memuncak saat aku tak sengaja melihat kalung yang dia pakai.
“Ra, kalungnya bagus,” celetukku.
“Apa sih? Nggak usah cari gara-gara deh,”
“Gue cuman mau nanya loe beli dimana?”
“Ngapain nanya-nanya? Ini tuh nggak bakal bisa loe dapetin dimana pun!” Setelah mengatakan itu, Tiara bergegas meninggalkanku.
“Gue yakin dia pasti Ara,” ucapku.
Hujan terus mengguyur Jakarta seharian ini. Lagi-lagi aku enggan beranjak dari tempatku sampai hujan berhenti.
“Mau sampai kapan loe di sini? Hujan kayak gini pasti bakalan awet,” aku mencari sumber suara itu berasal.
“Tiara? Emm.. Sampai hujannya berhenti lah,” ucapku sambil mengalihkan pandangan ke arah rintik hujan.
“Udah gue bilang kan, hujannya bakalan awet. Mending ujan-ujanan aja sama gue,” ajak Tiara.
“Ogah. Gue males kena air ujan. Lagian kenapa sih loe tiba-tiba baik gitu sama gue?” tanyaku penuh selidik.
“Pede loe! Gue cuman nggak mau aja ngeliat loe lama-lama di sini!” Tiara lagi-lagi berlari menerobos hujan.
“Sebenernya siapa sih dia? Kok tiap gue ngeliat dia gue jadi inget Ara yah?”
***
Kulangkahkan kakiku menuju kantin, rasa lapar ini sudah hampir mencapai puncaknya. Namun, langkahku terhenti saat aku melihat kerumunan siswa di lapangan.
“Ada apa sih? Kok rame gitu?” tanyaku pada salah seorang siswa.
“Ada yang pingsan. Tiara,”
“Tiara?” ulangku tak percaya. Kuterobos kerumunan itu hingga kudapati seseorang yang dimaksud. Yaa, memang Tiara yang pingsan. Spontan aku langsung membawanya ke UKS.
Sejam berlalu. Tiara tak kunjung sadarkan diri. Sesuai saran dokter, usai insiden tadi dia langsung dibawa ke Rumah Sakit. Entah kenapa aku menawarkan diri untuk menunggunya. Seperti ada perasaan yang mengganjal setiap aku melihatnya.
Hujan terus turun dengan derasnya bersamaan dengan Tiara yang mulai sadarkan diri.
“Kamu nggak apa-apa kan?” tanyaku khawatir.
“Kamu?” Tiara nampak bingung.
“Iya aku, Radit. Tadi kamu pingsan di sekolah, terus di bawa ke sini deh. Sebenernya kamu sakit apa sih?”
Beberapa saat Tiara diam. Namun aku tetap menunggu dia memulihkan kondisinya. Kupandangi dia, sampai lagi-lagi aku teringat pada satu sosok di masa laluku itu.
“Dulu aku emang sakit. Gagal ginjal. Tapi sekarang udah nggak kok,”
“Kok bisa?”
“Sebulan yang lalu ada orang tua yang baik banget ngasih ginjal anaknya buat aku. Dan untungnya tubuh aku bisa nerima ginjal itu,”
“Kok bisa ngasih sih?”
“Iyaa. Anaknya sendiri yang bilang, kalo dia meninggal dia mau donorin apa yang ada di tubuhnya buat orang yang ngebutuhin,”
“Berarti yang donorin itu udah meninggal?”
“Yap. Dia sakit nggak taulah apa namanya, aku lupa. Kita sempet satu rumah sakit, dia sendiri yang minta ke orang tuanya buat ngasih ginjalnya ke aku. Oh ya, dia juga dimakamin di Jakarta kok, soalnya dia asli sini,”
“Apa kamu bilang? Dia asli Jakarta?”
“Iya. Emang kenapa?” tanya Tiara bingung.
“Namanya siapa?”
“Sama kayak aku. Tiara, tapi panggilannya Ara,”
“Nggak mungkin. Jangan kamu bilang dia Tiara Azizah?” tanyaku tak percaya.
“Iyah. Kamu kenal?” Tiara tampak bingung.
“Aku...aku...aku sahabatnya,” ucapku terbata-bata.
“Jadi...Kamu Radit yang selama ini Ara ceritain?” tanya Tiara tak percaya.
“Cerita apa?” tanyaku heran.
“Banyaklah. Yang jelas katanya kamu itu berarti banget buat dia,”
Ruangan itu kembali hening. Aku tak percaya, sahabat yang selama ini kunantikan, kutunggu kedatangannya kembali, nyatanya takkan pernah muncul lagi dihadapanku.
Pantas saja setiap aku melihat Tiara bayang-bayang Ara selalu hadir. Ginjal itu, yaa ginjal milik Ara lah yang selalu membuatku melihat Tiara sebagai bayangan Ara.
***
Aku tertunduk lemah, masih memandangi pusara yang mulai kusentuh. Kuraba nisan yang ada di depanku. Kurasakan gundukan tanah yang sedikit basah ini. Di dalam sini, di tempat ini, orang yang sangat berarti dihidupku terlelap.
“Radit,” panggil seseorang di belakangku.
“Tiara?”
“Aku mau ngasih ini buat kamu,” Tiara memberikan sepucuk surat untukku.
Kuraih surat itu, kubaca. Butir-butir airmata mulai mengalir. Tangis yang selama ini tak pernah kuperlihatkan lagi semenjak kepergian Ara 3 tahun yang lalu, kini memecah saat aku membaca kata demi kata yang tertulis di surat itu.
Dear Radit,
Apa kabar? Aku yakin surat ini pasti bakal sampai ke tangan kamu dengan selamat, tanpa ada lecet sedikitpun. Bener kan? :D
Waktu kamu baca surat ini, bisa aku pastiin kalo aku udah nggak ada di sisi kamu lagi. Yaa, sekarang pasti ada Tiara di deket kamu kan? Anggep aja itu aku ya J
Maaf Radit, aku dateng tanpa ragaku bahkan jiwaku, aku dateng cuman dengan surat ini. Hidupku udah berakhir Dit, Tuhan udah manggil aku buat pulang lagi ke sisiNya. Kuatin diri yaa. Maaf aku nggak bisa tepatin janji aku buat bareng lagi sama kamu, tapi sekarang aku bawain Tiara buat kamu. Dia sama kok sama aku, sama-sama Tiara J
Maaf juga ya, aku nggak pernah cerita apa pun tentang penyakitku. Bahkan sampai sekarang pun aku juga nggak mau kamu tau apa yang aku rasain. Yang jelas aku sakit, sakit parah kata dokter. Aku harus terus-terusan kemoteraphy. Selama ini aku diem karena aku nggak mau bikin kamu tambah sedih Dit. Aku pengen kamu ngeliat aku sebagai Ara yang kuat, semangat, dan sehat.
Dari dulu sebenernya ada satu hal yang mau aku omongin sama kamu, yaa tapi nggak pernah bisa aku omongin karena aku sadar aku nggak akan bertahan lama di dunia ini. Aku sayang kamu, lebih dari sayang seorang sahabat. Sekali lagi aku minta maaf, buat semua kebohongan yang aku buat ke kamu.
Titip Tiara ya Dit. Jaga dia seperti kamu jaga aku. Sayangi dia seperti kamu sayangi aku.
Peluk cium, Ara
Tik tik tik. Awan kembali menghitam. Memunculkan kesedihannya kembali. Walau pun awan mulai menangis, aku masih enggan beranjak dari tempat ini. Aku masih tak percaya dengan kenyataan yang terjadi.
“Ayolah Radit, sampai kapan kamu di sini? Hujan makin deras nih,”
“Sorry Ra,” aku tersadar. Aku mulai beranjak dari tempat itu. Meninggalkan rumah terakhir Ara.
***
Hujan. Menyimpan banyak cerita tentang kita. Tentang aku, Ara dan Tiara. Hujan yang memisahkanku dengan Ara. Hujan yang pertemukanku dengan Tiara. Hujan yang kembalikan Ara padaku, walau pun tanpa raganya. Hujan pulalah yang satukan aku dengan Tiara.

 “Tuh kan ngelamun lagi!” Tiara setengah berteriak di dekatku.
“Eh iya iya, hehe,”
“Dit Dit liat deh ada pelangi,” Tiara menunjuk ke arah langit.
“Oh iya, bagus ya?”
“Pastinya. Selalu ada pelangi setelah hujan dan selalu ada cerita tentang kita dibalik hujan,”
“Dan aku nggak akan biarin hujan menghapus cinta kita,” ucapku, kemudian mengacak rambut Tiara.
“Rrrraaaddiiiiiittttttt....” teriak Tiara. Aku bangkit dan berlari menjauh dari jangkauan Tiara.
Kini tawalah yang tercipta. Cintalah yang terasa. Terima kasih hujan, karena kau telah hadirkan cinta di hidupku.

Aku tak pernah berharap banyak pada hujan. Yang aku minta hanya jangan sampai hujan pisahkan lagi aku dengan orang yang kusayang. Karena aku ingin menikmati indahnya langit setelah hujan bersama dia yang kucintai.